TIDUR BERSAMA DENTUM SINABUNG
Tujuh tahun
sudah Gunung Sinabung mengaum-aumkan kehebatannya. Telah lama tidur selama 1200
tahun, Gunung ini terbangun pada tahun 2010. Pertama kali aktif pada tanggal 27
Agustus 2010 dengan mengeluarkan asap dan abu vulkanik. Gunung Sinabung terus
berlanjut menunjukkan peningkatan aktivitasnya hingga pada 7 September 2010
melepaskan letusan terbesar sejak pertama kali terbangun pada Agustus 2010.
Hingga saat
ini, letusan Gunung Sinabung kembali terjadi. Dilansir Kompas.com, Pada 2
Agustus 2017 Gunung Sinabung melontarkan awan panas sejauh 4,5 kilometer dan
abu setinggi 4,2 kilometer. Selain itu, tempo.co (4/8/17) juga mengatakan
terjadi erupsi sebanyak 17 kali, sehingga menyebabkan ribuan warga dari 10 desa
harus mengungsi. Dikutip dari sindonews.com pada 12 Oktober 2017 lagi-lagi
Gunung Sinabung kembali meletus dan diiringi dengan gempa erupsi selama 366
detik.
Seiring dengan
sering terjadinya gempa erupsi dan letusan Gunung Sinabung selama tujuh tahun,
para pengungsi seperti telah terbiasa dengan hal tersebut. Mereka telah tinggal
bertahun-tahun tidur bersama dentum Sinabung di pengungsian dengan serba
keterbatasan, kehilangan harta benda, bahkan ada yang kehilangan kerabat dan
saudara.
Tinggal selama
bertahun-tahun dalam situasi yang demikian bukanlah hal yang mudah. Berbagai
fasilitas dan sarana yang disediakan pun dianggap belum cukup untuk memenuhi
kebutuhan ribuan pengungsi. Dilansir dari blog.act.id (30/5/16) lembaga peduli sosial, setiap keluarga mendapat jatah ruang di tenda pengungsian yang hanya
berukuran 2 X 2 meter persegi. Hal ini tentu menjadi ironi, karena dengan ukuran
seperti itu tentu hanya mampu untuk menumpuk barang-barang kebutuhan atau
pakaian. Sementara untuk tidur? Bukan hanya berbagi tempat dengan anggota
keluarga tetapi juga dengan barang-barang kebutuhan atau pakaian.
Jika kondisi
seperti itu dirasakan pengungsi satu tahun lalu, lantas bagaimana dengan tahun
2017 ini? Adakah perubahan? Atau malah kondisi yang semakin menyedihkan? 3
Agustus 2017, Sindonews.com melaporkan stok logistik di pengungsian Sinabung
mulai menipis. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan mengingat aktivitas Gunung
Sinabung yang justru sedang meningkat.
Bukan hanya
itu, pengungsi juga dilanda ironi lainnya. Dikutip dari dari liputan 6 petang
SCTV, pada 7 Oktober 2017, bocornya atap Gedung KNPI Kabanjahe yang merupakan
posko pengungsi Gunung Sinabung dan belum ada perbaikan fasilitas dari
pemerintah. Meski hanya atap yang bocor, hal ini tetap meresahkan warga karena
musim penghujan yang telah datang dan penyakit yang dapat menyerang.
Lantas
bagaimanakah peran pemerintah? Akankah para pengungsi harus terus hidup dilanda
ironi dan kekhawatiran? Apakah pengungsi harus terus tidur bersama dentum
Sinabung dengan atap pengungsian yang bocor? Sudah tujuh tahun mereka hidup
dilanda keterbatasan, dapatkah mereka kembali hidup dengan layak, seperti tujuh
tahun sebelumnya?
Pertanyaan –
pertanyaan ini terus berusaha dijawab oleh pemerintah dengan segala penanganan
yang dikerahkan. Pembangunan demi pembangunan terus dijalankan demi para pengungsi
mendapatkan hidup yang layak di tanahnya sendiri.
Kini kabar
terbaru dilansir dari tempo.co (14/10/17), 370 rumah bagi pengungsi telah
selesai, selain itu relokasi untuk 1.873 kepala
keluarga yang tersebar di 14 hamparan diharapkan dapat selesai tahun ini.
Namun, hal ini jelas mengkhawatirkan mengingat waktu yang sebentar lagi menuju
penghujung tahun, tapi baru terselesaikan 370 rumah.
Lantas
bagaimanakah dengan nasib pengungsi lainnya? Masih terlalu banyak rumah yang
belum terselesaikan, sementara para pengungsi harus terus menunggu dengan
fasilitas dan sarana pengungsian yang tidak memadai. Mereka telah lelah
menunggu selama bertahun-tahun tidur bersama dentum Sinabung, dengan segala
keterbatasan. Apakah penantian panjang ini dapat terhenti dengan akhir yang
bahagia?
Masyarakat
luar juga perlu membuka mata dan hati. Ini adalah bencana alam yang menjadi tragedi
Negeri yang tak terlupakan. Bukan hanya peran pemerintah yang sangat dibutuhkan
namun juga gerakan aksi dan hati masyarakat yang diharapkan. Bahu-membahu menegakkan
hidup yang layak bagi saudara satu Negara di tanah sendiri, agar tidak lagi
tidur bersama dentum Sinabung diiringi kekhawatiran dan rasa berkabung.
Komentar
Posting Komentar